SMPN 38 KONAWE SELATAN

Jln. Poros Kendari-Tinanggea Desa Torobulu Kec Laeya Kab Konawe Selatan Prov Sulawesi tenggara 93381

SMPN 38 KONAWE SELATAN

Jln. Poros Kendari-Tinanggea Desa Torobulu Kec Laeya Kab Konawe Selatan Prov Sulawesi tenggara 93383

SMPN 38 KONAWE SELATAN

Jln. Poros Kendari-Tinanggea Desa Torobulu Kec Laeya Kab Konawe Selatan Prov Sulawesi tenggara 93383

SMPN 38 KONAWE SELATAN

Jln. Poros Kendari-Tinanggea Desa Torobulu Kec Laeya Kab Konawe Selatan Prov Sulawesi tenggara 93383

SMPN 38 KONAWE SELATAN

Jln. Poros Kendari-Tinanggea Desa Torobulu Kec Laeya Kab Konawe Selatan Prov Sulawesi tenggara 93383

Pages

Kamis, 21 April 2022

3.1.a.9. Koneksi Antar Materi – Pengambilan Keputusan

Koneksi Antar Materi – Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

Oleh : Hasrudin, S.Pd., Gr / CGP Angkatan 4 Kab. Konawe Selatan

Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil? 

Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani, saya yakin kita semua familiar dengan semboyan tersebut. Kita mengenalnya dengan istilah Pratap Triloka, sebuah konsep pendidikan yang digagas oleh Suwardi Suryaningrat atau populer dengan sebutan Ki Hadjar Dewantara. Beliau merupakan pendiri organisasi pergerakan nasional Indonesia, yaitu Taman Siswa. Pratap Triloka tersebut, memiliki makna, “dari depan memberi teladan”, “dari tengah membangun kemauan”, “dari belakang memberikan dukungan”. 

Dari uraian di atas, maka sebagai pendidik, hendaknya kita menjadi pemimpin pembelajaran. Setiap keputusan-keputusan yang diambil oleh guru, akan berdampak terhadap tumbuh kembang murid. Tugas guru terhadap murid adalah selalu hadir untuk murid di berbagai situasi dan kondisi (“depan”, “tengah”, “belakang”). Apapun yang kita putuskan adalah demi murid, bepihak pada murid dan untuk kepentingan murid. Jadi tugas guru hendaknya menuntun segala yang ada pada anak, mengarahkan dan memberi dorongan supaya anak dapat berproses dengan rasa kebahagiaan dan bertumbuh kembang dengan selamat. Murid bertumbuh kembang secara merdeka sesuai kodratnya, sehingga selamat dari pengaruh tidak baik selama proses tumbuh kembangnya. 

Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan? 

Dalam menjalani kehidupan, kita akan selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan yang membutuhkan serangkaian keputusan-keputusan. Dibutuhkan pilihan keputusan yang tepat dan efektif, guna menciptakan kebahagiaan dan keselamatan. Tentunya untuk menghasilkan keputusan yang tepat diperlukan serangkaian proses dan tahapan yang berlandaskan paradigma dan prinsip. Di sinilah diperlukan nilai-nilai kebajikan yang menjadi dasar dalam menentukan sebuah keputusan yang tepat dan efektif. Karena dengan nilai-nilai kebajikan kita dapat membedakan benar dan salah. karena pada dasarnya dari aspek jiwa, manusia memiliki cipta rasa dan karsa, sehingga dalam tingkah laku dapat membedakan benar atau salah, baik atau buruk, menerima atau menolak terhadap sesuatu yang dihadapinya. Nilai-nilai atau prinsip-prinsip inilah yang mendasari pemikiran seseorang dalam mengambil suatu keputusan yang mengandung unsur dilema etika. Misalnya, di Pendididikan Guru Penggerak. Calon Guru Penggerak diharapkan selalu berpegang teguh kepada nilai-nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Sehingga keputusan-keputusan yang dihasilkan nantinya merupakan keputusan yang paling tepat dan efektif guna mewujudkan merdeka belajar. 

Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya. 

Dalam proses pengambilan keputusan, selain melakukan pengujian paradigma, prinsip resolusi, serta menjalankan langkah-langkah pengambilan keputusan, perlu juga ditopang dengan keterampilan lain. Keterampilan yang telah dipelajari pada modul-modul sebelumnya akan sangat membantu, salahsatunya keterampilan coaching. Dengan tehnik coaching, seorang guru akan menjadi coach bagi dirinya sendiri dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memprediksi hasil, dan melihat berbagai opsi solusi sehingga dapat mengambil keputusan dengan tepat. Pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut tentu akan muncul, dan akan bisa kita jawab melalui refleksi atau umpan balik. Semakin tepat dalam mengambil keputusan maka pertanyaan-pertanyaan tersebut akan mendapatkan jawaban positif. 

Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan? 

Selain keterampilan coaching, untuk mengambil keputusan yang bertanggung jawab, diperlukan kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills). Proses pengambilan keputusan seharusnya juga dilakukan dengan kesadaran penuh (mindful) dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada. Hal-hal tersebut telah didapatkan di modul 2.2 tentang pembelajaran sosial emosional, sehingga pada prosesnya membantu saya memperkaya petimbangan dan dasar pengambilan keputusan. Dengan demikian keputusan yang diambil diharapkan merupakan keputusan terbaik yang bisa diambil. Proses pengambilan keputusan membutuhkan keberanian dan kepercayaan diri untuk menghadapi konsekuensi atau resiko dari keputusan yang diambil. Karena pada hakekatnya akan sangat sulit menghasilkan keputusan yang bisa memuaskan semua pihak. Setelah keputusan diambil saya bisa melihat kembali keputusan tersebut dan melakukan refleksi. Apakah keputusan tersebut sudah berlandaskan kepada nilai-nilai kebajikan universal? Apakah keputusan yang diambil dapat dipertanggung jawabkan? dan sebagai pemimpin pembelajaran, apakah keputusan yang saya ambil sudah berpihak kepada murid? Apa dampak positif dan negatif dari keputusan yang saya ambil? dan seterusnya. 

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik. 

Pada dasarnya dari aspek jiwa, manusia memiliki cipta rasa dan karsa, sehingga dalam tingkah laku dapat membedakan benar atau salah, baik atau buruk, menerima atau menolak terhadap sesuatu yang dihadapinya. Untuk itulah di sini sangat penting si pengambil keputusan mampu menganalisis permasalahan, apakah pilihan-pilihan yang dihadapinya merupakan dilema etika ataukah bujukan moral. Pada beberapa studi kasus yang dihadapi, maka keputusan yang diambil akan mempresentasikan nilai-nilai yang dianutnya. Dengan demikian, penting kiranya sebagai pendidik kita memegang teguh nilai-nilai kebajikan yang sekiranya menumbuhkan budaya positif di sekolah. Sebagai pemimpin pembelajaran kita harus memegang teguh pada nilai-nilai yang sekiranya dapat mewujudkan merdeka belajar, misalkan nilai-nilai mandiri, inovatif, kolaboratif, dan reflektif. Sehingga keputusan-keputusan yang diambil akan segaris lurus dengan tujuan yang ingin dicapai. 

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. 

Apapun yang kita putuskan akan selalu berdampak, baik bagi diri sendiri, maupun orang lain. Untuk itulah diperlukan pengambilan keputusan yang tepat. Dalam menghasilkan keputusan yang tepat tentu harus melalui cara yang tepat. Diperlukan serangkaian proses dan tahapan yang tepat. Pengambilan keputusan haruslah memiliki landasan atau dasar, dan dalam prosesnya haruslah melalui serangkaian langkah-langkah yang tersetruktur sistematis dan teruji, berlandaskan paradigma dan prinsip. Untuk menghasilkan pengambilan keputusan yang tepat, tidak hanya berfokus kepada tehnik atau cara, tapi harus didukung dengan aspek lainnya, seperti pengetahuan, pemahaman, keterampilan serta pengalaman. Aspek sosial emosional juga menjadi aspek yang sangat penting untuk menghasilkan keputusan yang tepat, sehingga menghasilkan dampak terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Perbedaan sudut pandang ketika memutuskan pilihan benar lawan benar (dilema) adalah sebuah tantangan tersendiri. Diperlukan sikap kreatif, inovatif dan terbuka untuk menciptakan alternatif-alternatif pilihan baru (trilema) sehingga tercipta win-win atau jalan tengah. Pengambilan keputusan berdasarkan pada 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian adalah salah satu cara alternatif untuk menciptakan keputusan terbaik sehingga tercipta lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. 

Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda? 

Kesulitan-kesulitan di lingkungan saya yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika menurut saya adalah budaya sosial kemasyarakatan. Hal tersebut saya rasakan berpengaruh kepada nilai-nilai yang diambil dalam pengambilan keputusan. Misalkan di daerah saya sangat kental dengan budaya yang menjungjung nilai kesetiaan, maka dalam paradigma dan prinsip yang diambil dalam pengambilan keputusan akan mengacu kepada nilai tersebut. Hal ini tentu akan menciptakan subjektifitas dalam menilai permasalahan dan mengaburkan nilai-nilai yang lain. 

Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? 

Sebagai pemimpin pembelajaran, apapun yang kita putuskan akan berdampak pada murid. Untuk itulah dibutuhkan pengambilan keputusan yang berpihak pada murid. Ketika kita mengambil sebuah keputusan yang tepat, yang berpihak pada murid maka kebutuhan-kebutuhan murid akan terpenuhi, sehingga tercipta murid yang bahagia dan selamat, merdeka dalam belajar. Keterampilan dalam proses coaching dan kompetensi sosial emosional akan membantu mewujudkannya. 

Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya? 

Ketika kita mengambil sebuah keputusan yang berpihak pada murid maka kebutuhan-kebutuhan murid akan terpenuhi. Murid akan bertumbuh kembang sesuai kodratnya. Segala potensinya akan tergali, murid akan bahagia dan selamat. Murid yang bahagia dan selamat akan menjadi pribadi yang berkarakter kuat dan cerdas saat dewasa kelak. 

Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya? 

Kesimpulan akhir yang dapat ditarik dari pembelajaran modul 3.1 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran, yang terkait dengan modul-modul yang telah dipelajari sebelumnya adalah bahwa filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara tentang merdeka belajar, perlu ditopang oleh berbagai aspek. Dalam melaksanakan proses pendidikan, guru haruslah berperan sebagai pemimpin pembelajaran. Setiap keputusan-keputusan yang diambil guru, senantiasa dalam rangka memahami dan menuntun murid untuk memenuhi kebutuhannya dalam belajar. Dalam prosesnya, serangkaian keputusan-keputusan tersebut haruslah dapat menggali potensi murid. Coaching menjadi salah satu alternatif dalam menciptakan keputusan-keputusan yang berpihak pada murid. Selain itu untuk menciptakan keputusan-keputusan yang tepat serta dapat memahami dan menuntun muridnya seorang guru harus memiliki kemampuan mengelola kompetensi sosial dan emosional.

Salam dan Bahagia #Gurubergerak #Indonesiamaju

Kamis, 29 September 2016

Download Aplikasi dan Patch PMP versi 1.4 via Google Drive



Aplikasi PMP adalah sistem yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (yang selanjutnya disebut Kemendikbud) untuk pengambilan data mutu Pendidikan Dasar dan Menengah di Indonesia. Kemendikbud menghormati semua undang-undang hak cipta dan ketentuan yang berlaku untuk pembuatan, pengembangan serta distribusi dan perangkat lunak. Kemendikbud memberikan hak kepada pengguna perangkat lunak dalam hal ini Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Menengah Luar Biasa, Dinas Pendidikan Kabupaten atau Kota untuk menggunakan dan menyebarkan perangkat lunak ini di wilayahnya untuk kepentingan pendataan Pendidikan.

Aplikasi PMP dirancang sedemikian rupa sesuai dengan kaidah-kaidah Sistem penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah yang bertujuan untuk menjamin pemenuhan standar pada satuan pendidikan dasar dan menengah secara sistemik, holistik, dan berkelanjutan, sehingga tumbuh dan berkembang budaya mutu pada satuan pendidikan secara mandiri. Di dalam aplikasi PMP tersedia kuesioner untuk setiap stakeholder sekolah yang digunakan untuk melakukan pemetaan mutu pendidikan yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.

Secara teknis Aplikasi PMP bersifat komponen opsional (add ons/pengaya) dari Aplikasi Dapodik, maka Aplikasi PMP akan dapat diinstall dan berjalan jika dikomputer tersebut telah ter-install Aplikasi Dapodik. Secara otomatis Aplikasi PMP akan mengambil entitas data pokok dari Aplikasi Dapodik seperti data profil sekolah, PTK, PD dan lainnya. Selanjutnya Aplikasi PMP akan menampilkan daftar pertanyaan/kuesioner untuk masing-masing entitas data tersebut.

Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) adalah lembaga yang berada di tingkat provinsi di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah yang bertugas melaksanakan Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah di provinsi berdasarkan kebijakan nasional. LPMP yang akan melakukan sosialisasi dan pendampingan terhadap implementasi dan pelaksanaan Sistem penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah menggunakan Aplikasi PMP.

Berikut link download aplikasi dan patch PMP versi 1.4 serta panduannya :

Selasa, 20 September 2016

Mengapa Perlu Gerakan Literasi Sekolah (GLS) ?

It takes a village to raise a child. Pepatah Afrika itu menegaskan tugas pengasuhan anak ialah tanggung jawab masyarakat.
Jauh sebelum sekolah melembaga dalam kultur Indonesia, keluarga besar, tetangga, dan lingkungan masyarakat terdekat ikut mengawasi pertumbuhan seorang anak.
Tradisi itu membuat halaman rumah menjadi tempat bermain bersama dan ruang pengasuhan komunal.
Namun, pada era modern ini, tanggung jawab pengasuhan bergeser ke keluarga inti dan sekolah. Ruang komunal merambah dan difasilitasi ranah daring.
Ini terlihat dari sinergi antarelemen masyarakat yang berlangsung dalam ruang chat, media sosial, dan terbentuknya komunitas-komunitas daring yang peduli pendidikan.
Kepedulian bersama ini seharusnya menguatkan peran sekolah sebagai lembaga pendidikan.
Penelitian Alan Barton (2003) membuktikan keterlibatan keluarga dan publik dalam mendukung sekolah mampu meningkatkan motivasi belajar anak, mempertahankan keajegan kehadiran siswa di sekolah, mengurangi tingkat drop out, dan meningkatkan prestasi akademik siswa.
Keberhasilan ini dialami siswa dari semua ras minoritas di sana sehingga partisipasi publik dalam pendidikan ditengarai mampu mengurangi kesenjangan pencapaian akademik antara mayoritas dan minoritas yang selalu menjadi momok pendidikan multikultural.
Penelitian ini juga menunjukkan dukungan publik dalam bentuk sumber daya untuk memfasilitasi kegiatan sekolah terbukti dapat meningkatkan kinerja sekolah dan motivasi belajar siswa.
Studi itu sangat kontekstual dengan kondisi pendidikan di Indonesia.
Banyak sekolah negeri berada di daerah terluar, daerah-daerah dengan akses terbatas pada infrastruktur publik, dan mengakomodasi siswa-siswa dari keluarga prasejahtera serta suku minoritas.
Fakta itu tentu tidak mengabaikan sekolah-sekolah negeri di kantung kemiskinan perkotaan dan daerah miskin lain yang masih berjibaku dengan kebutuhan mendasar, seperti ruang dan fasilitas belajar yang layak dan aman.
Dengan kompleksitas itu, gerakan literasi sekolah yang mengawal program membaca 15 menit setiap hari di sekolah terlihat seperti kebijakan yang utopis.
Bagaimana mungkin sekolah menyediakan ragam bacaan bagi guru dan siswa membaca setiap hari apabila sekolah masih berkutat dengan banyak permasalahan mendasar lainnya?
Data statistik menunjukkan hanya 5,7% sekolah di Indonesia–dari jenjang pendidikan dasar hingga sekolah menengah atas– yang memiliki perpustakaan.
Itu pun dengan kondisi yang bervariasi; dari kondisi ruangan yang kurang memadai, koleksi yang hanya terdiri atas buku-buku teks pelajaran, hingga tiadanya tenaga pengelola perpustakaan atau pustakawan.
Selain itu, penggunaan 5% dana bantuan operasional sekolah (BOS) masih berfokus pada pengadaan buku teks pelajaran dan bukan pada buku bacaan yang mampu menumbuhkan minat baca siswa.
Fenomena itu menunjukkan penguatan budaya literasi di sekolah bukan hanya menjadi tanggung jawab kepala sekolah dan guru, melainkan juga tanggung jawab seluruh elemen publik sebagai ‘pengasuh’ anak dalam ruang komunal.
Dukungan ini menjadi penting karena Indonesia tengah mengalami darurat literasi.
Minat baca siswa perlu ditumbuhkan agar mereka mencintai pengetahuan.
Kemampuan membaca siswa perlu ditingkatkan bukan hanya untuk meningkatkan keterampilan memahami bacaan siswa Indonesia yang terpuruk pada peringkat 64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam tes Programme of International Student Assessment (PISA); tapi juga untuk menjadikan siswa sebagai pembelajar sepanjang hayat.
Meningkatkan kemampuan literasi siswa menjadi cara yang efektif untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Dukungan publik
Pelibatan publik dalam gerakan literasi sekolah perlu menjadi bagian penting dari visi dan misi sekolah.
Praktik di banyak negara maju membuktikan reformasi pendidikan yang hanya mengintervensi siswa dan sekolah tidak akan berlanjut dalam jangka panjang.
Pelibatan publik dapat dilakukan melalui antara lain; program-program keayahbundaan (parenting), menyinergikan kegiatan belajar di sekolah dan di rumah, memperkuat komunikasi dan jejaring sekolah dengan pihak eksternal, menggalakkan program relawan, melibatkan elemen masyarakat dalam perencanaan kegiatan-kegiatan literasi sekolah, serta meningkatkan kolaborasi antarsekolah, alumni sekolah, dan komunitas pegiat literasi.
Program keayahbundaan bertujuan meningkatkan kapasitas orangtua sebagai figur teladan literasi.
Rumah perlu menjadi lingkungan yang literat dengan figur orangtua dan anggota keluarga yang suka membacakan cerita, bercerita, membaca, berdiskusi dengan anak, dan mendengarkan pendapat mereka.
Selain itu, kebijakan pelibatan keluarga dalam sekolah anak perlu mendapatkan dukungan melalui kebijakan-kebijakan yang ramah keluarga.
Misalnya, lembaga pemerintahan dan swasta perlu diimbau untuk memberikan izin khusus kepada orangtua yang bekerja untuk mengantar anak pada hari pertama tahun ajaran baru, menghadiri pertemuan-pertemuan orangtua, dan menjadi relawan dalam kegiatan-kegiatan sekolah.
Kesadaran akan pelibatan keluarga perlu menjadi semangat dalam perancangan kebijakan.
Misalnya, di beberapa negara bagian di Amerika Serikat, program pelibatan publik dan keluarga menjadi salah satu kriteria agar dana pengembangan pendidikan yang diajukan sekolah dapat disetujui.
Sinergi kegiatan belajar di rumah dan di sekolah bertujuan mencari titik temu kegiatan belajar di rumah dan di sekolah.
Sinergi bisa dilakukan dengan dua arah; siswa membawa pekerjaan sekolah untuk dikerjakan di rumah dengan dibantu orangtua, dan guru mengembangkan praktik baik di rumah untuk dilakukan di sekolah.
Ini bisa dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bercerita atau menuliskan kegiatannya di rumah, atau orangtua diundang untuk bercerita dan menjadi relawan membaca di sekolah.
Praktik baik di rumah dapat dieksplorasi guru melalui kegiatan kunjungan ke rumah.
Untuk menjalin komunikasi dengan keluarga dan pelaku bisnis serta komunitas pegiat literasi, kapasitas sekolah perlu ditingkatkan.
Sekolah perlu menganalisis kebutuhan keluarga, minat, dan ide-ide mereka tentang pengembangan kegiatan literasi, serta mempertimbangkan kendala mereka dalam berpartisipasi di kegiatan sekolah.
Informasi ini perlu dipertimbangkan dalam menyusun program literasi sekolah.
Pendidik perlu mampu berkomunikasi dengan efektif, memahami bahasa lokal, dan menghargai latar belakang budaya keluarga.
Untuk melibatkan alumni, pelaku bisnis, dan komunitas pegiat literasi, sekolah perlu membangun sistem informasi tentang jejaring potensial dan selalu memublikasikan kegiatan literasi sekolah pada jejaring sosial.
Apabila perlu, sekolah dapat menugaskan liaison untuk menjalin relasi dengan pihak eksternal sekolah.
Kebijakan pendidikan perlu lebih memotivasi sekolah untuk melibatkan keluarga dan publik secara lebih kreatif.
Tentunya, upaya-upaya sinergis yang sudah berjalan perlu diapresiasi, dijadikan model, dan dikembangkan dengan lebih baik lagi.
Gerakan literasi sekolah tidak akan berlangsung dengan efektif tanpa dukungan masif dari publik.
Sumber: mediaindonesia.com

Senin, 19 September 2016

Update Aplikasi PMP versi 1.3 (Rilis 5 September 2016)


Berdasarkan informasi resmi terbuka yang ditujukan kepada seluruh Yth. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, Kepala Dinas Pendidikan Kab/Kota, Kepala Sekolah SD, SMP, SLB, SMA dan SMK, serta kepada seluruh Operator Dapodik di seluruh Indonesia terkati dengan adanya aplikasi baru dalam pendataan SD, SMP, SMA, dan SMK di semester 1 (ganjil) tahun pelajaran 2016/2017 yakni aplikasi PMP (Penjaminan Mutu Pendidikan).

Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan,

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan penjaminan mutu pendidikan di satuan pendidikan dasar dan menengah. Tujuan penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah adalah untuk memastikan penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah oleh satuan pendidikan di Indonesia berjalan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.

Sistem Penjaminan Mutu yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terdiri atas Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME). SPMI dilaksanakan oleh satuan pendidikan, sedangkan SPME dilaksanakan oleh institusi di luar satuan pendidikan seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Standar Nasional Pendidikan, dan Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah.

Penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah adalah suatu mekanisme yang sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan untuk memastikan bahwa seluruh proses penyelenggaraan pendidikan telah sesuai dengan standar mutu dan aturan yang ditetapkan. Untuk dapat melakukan penjaminan mutu pendidikan dengan baik diperlukan adanya sistem penjaminan mutu pendidikan.

Dalam rangka memfasilitasi agar proses pelaksanaan system penjaminan mutu untuk satuan pendidikan berjalan lebih efektif dan efisien, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengembangkan Aplikasi Penjaminan Mutu Pendidikan (PMP). Adanya Aplikasi PMP diharapkan dapat memberikan fasilitasi satuan pendidikan dalam penerapan sistem penjaminan mutu dalam rangka memperkuat upaya satuan pendidikan dalam memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu sesuai kebutuhan nyata di lapangan.

Aplikasi PMP dirancang sedemikian rupa sesuai dengan kaidah-kaidah Sistem penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah yang bertujuan untuk menjamin pemenuhan standar pada satuan pendidikan dasar dan menengah secara sistemik, holistik, dan berkelanjutan, sehingga tumbuh dan berkembang budaya mutu pada satuan pendidikan secara mandiri. Di dalam aplikasi PMP tersedia kuesioner untuk setiap stakeholder sekolah yang digunakan untuk melakukan pemetaan mutu pendidikan yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.

Secara teknis Aplikasi PMP bersifat komponen opsional (add ons/pengaya) dari Aplikasi Dapodik, maka Aplikasi PMP akan dapat diinstall dan berjalan jika dikomputer tersebut telah ter-install Aplikasi Dapodik. Secara otomatis Aplikasi PMP akan mengambil entitas data pokok dari Aplikasi Dapodik seperti data profil sekolah, PTK, PD dan lainnya. Selanjutnya Aplikasi PMP akan menampilkan daftar pertanyaan/kuesioner untuk masing-masing entitas data tersebut.

Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) adalah lembaga yang berada di tingkat provinsi di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah yang bertugas melaksanakan Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah di provinsi berdasarkan kebijakan nasional. LPMP yang akan melakukan sosialisasi dan pendampingan terhadap implementasi dan pelaksanaan Sistem penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah menggunakan Aplikasi PMP.

Untuk download installer aplikasi PMP (Penjaminan Mutu Pendidikan) SD, SMP, SMA, dan SMK di awal semester 1 (ganjil) tahun pelajaran 2016/2017 masih menggunakan versi 1.2  dan saat ini sudah diperbaharui dengan versi 1.3 (patch) silahkan klik link download berikut:


Demikian informasi mengenai aplikasi Penjaminan Mutu Pendidikan (PMP) tahun 2016. Semog bermanfaat dan terimakasih. Salam satu data berkualitas....!

Referensi artikel : http://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id

Minggu, 18 September 2016

Pendaftaran dan pendataan Kartu Indonesia Pintar (KIP)

Pendaftaran dan pendataan Kartu Indonesia Pintar (KIP) diperpanjang hingga 30 September 2016.
Sebelumnya, 31 Agustus 2016 menjadi batas waktu pendaftaran dan pendataan KIP di data pokok pendidikan (Dapodik). Perpanjangan waktu pendaftaran KIP di Dapodik tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Kemendikbud, Hamid Muhammad, tentang Percepatan Penyaluran KIP dan Penerimaan Dana Program Indonesia Pintar (PIP) Tahun Pelajaran 2016/2017. Baca selengkapnya di: http://www.kemdikbud.go.id/…/pendaftaran-kip-diperpanjang-h…

Minggu, 25 Mei 2014

Cara Cek NISN Siswa Melalui Verval Peserta Didik


Klik link download di bawah ini untuk mengetahui cara verval NISN peserta didik yang sudah diterbitkan oleh PDSP.

Download DISINI.