Hal-hal apa saja yang membuat kita rindu pada masa-masa sekolah dulu?
Selain saat bel sekolah berbunyi, memiliki teman-teman bermain dan guru
favorit pastinya punya cerita tersendiri yang tak akan pernah kita
lupakan semasa sekolah.
Guru adalah sosok panutan setiap siswa. Meskipun
cara mereka mengajar berbeda, namun tetap pada tujuan yang sama yaitu
mencerdaskan anak bangsa. Di sini, Nisa menceritakan pengalamannya akan
sosok guru favoritnya.
Saya pernah punya pengalaman yang cukup
mengharukan, kala itu di sekolah saya sedang mengikuti lomba cerpen
tingkat Nasional dan berharap sekali dapat masuk sepuluh besar. Saya
berniat untuk belajar dengan Ibu yang juga berprofesi sebagai guru
bahasa Indonesia. Sesampainya di rumah, Ia sama sekali tidak mau
mengajariku apapun. Ibu hanya menyuruh saya untuk membaca dan pergi ke
perpustakaan sekolah. Agak sedikit kesal, karena ini bukan pertama
kalinya.
Pernah juga ia menolak membaca cerita pendek yang telah
saya buat untuk dikirimkan ke majalah dengan alasan mau membaca jika
sudah dimuat. Hal itu tak membuat saya patah semangat untuk menunjukan
padanya hingga akhirnya beberapa cerpen yang saya buat dimuat di majalah
remaja.
Hingga akhirnya, saya pun belajar sendiri tanpa bantuan
Ibu. Saya membuat cerpen untuk lomba dan dikirimkan oleh pihak sekolah.
Pengumuman yang dinanti cukup lama, kurang lebih dua bulan hingga
akhirnya pengumuman di tampilkan pada website yang mengadakan lomba.
Sayangnya, hari itu saya kurang beruntung. Nama saya tak ada sama sekali
dalam daftar finalis sepuluh besar. Sangat kecewa dan hampir menangis
karenanya. Karena pulang dengan wajah murung, akhirnya ibu mengajak
untuk berbincang.
Dalam pembicaraan waktu itu, satu hal yang
selalu saya ingat kata-katanya, "Menjadi pemenang adalah hal biasa,
suatu hal yang luar biasa adalah ketika kamu kalah dan terus maju dan
berusaha untuk menjadi pemenang."
Ibu, sosok yang luar biasa
bagiku. Tak setetes keringat di keluhkan, tak sedikit lelah dalam bibir
kau ucapkan. Perjuangan tak pernah henti dan perjuangan tak pernah padam
dalam bara semangatnya. Mungkinkah aku dapat membuatkan Ibu secangkir
teh hangat ketika seusai mengajar? Atau mungkinkah aku dapat memijat
kakimu yang katanya sering kali sakit karena berjam-jam berdiri di depan
kelas? Hari demi ari selalu aku bertanya,"Bu, bagaimana keadaanmu hari
ini?" (Anisa Permasih/mar)
0 komentar:
Posting Komentar